Bhs.Indonesia
Sejarah Awal
Perkembangan Bahasa Indonesia
Awalnya, pemerintah kolonial
Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu
administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda
para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu
Tinggi, sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi
bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung
dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini
terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai
terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
Ada empat faktor yang menyebabkan Bahasa melayu diangkat
menjadi bahasa Indonesia, yaitu:
1.
Bahasa melayu merupakan
Lingua Franca di Indonesia, yaitu bahasa perhubungan dan bahasa perdagangan.
2.
Sistem bahasa melayu
sederhana, mudah di pelajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan
bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3.
Suku Jawa, Suku Sunda,
dan Suku-suku lainnya dengan sukarela menerima bahasa melayu menjadi awal bahasa
indonesia sebagai bahasa nasional.
4.
Bahasa melayu mempunyai
kesanggupan untuk di pakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan
bahasa Melayu mulai terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia yang saat itu disebut
Hindia-Belanda, mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan
Tanah Melayu-yang saat ini menjadi wilayah Malaysia-di bawah pimpian Inggris
mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van Ophuijsen diawali dari penyusunan Kitab Logat
Melayu Van Ophuijsen pada tahun 1896 yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer
dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknyaCommissie
voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada
tahun 1908 yang saat ini bernama Balai Pustaka.Pada tahun 1910 komisi ini,
di bawah pimpinan D.A Rinkes, melancarkan program Taman
Poestaka dengan membentukperpustakaan kecil di berbagai sekolah
pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat
pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan. Bahasa
Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan
bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober. Penggunaan
bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan Muhammad Yamin,
seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah.
Dalam
pidatonya di Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di
Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan
menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa
itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau
bahasa persatuan."
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia
banyak dipengaruhi oleh sastrawan Indonesia yang banyak mengisi dan menambah
perbendaharaan kata,sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun
lebih banyak digunakan di area perkotaan dengan dialek dan logat daerahnya
masing-masing. Untuk berkomunikasi dengan sesama orang sedaerah kadangbahasa
ibulah yang digunakan sebagai pengganti bahasa Indonesia.
Dialek dan ragam bahasa
Pada keadaannya bahasa Indonesia
menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai yang disebut
sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut
sebagai ragam bahasa.
Dialek dibedakan menjadi
beberapa jenis, yaitu :
1.
Dialek
regional, yaitu macam-macam
bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga membedakan bahasa yang
digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang digunakan di daerah yang lain
meski mereka berasal dari satu bahasa yang sama. Oleh karena itu,
dikenallah bahasa Melayu dialek Ambon, dialek Betawi, dialek Medan, dan
lain-lain.
2.
Dialek
sosial, yaitu dialek yang
digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang menandai tingkat
masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan dialek remaja.
3.
Dialek
temporal, yaitu dialek yang
digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya dialek Melayu
zamanSriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah.
4.
Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa
seseorang. Sekalipun kita semua berbahasa Indonesia, kita masing-masing
memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan
kekayaan kata.
Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak
dan tidak terhitung. Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan,
perantara pembicaraan, dan hubungan antarpembicara.
Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:
1.
ragam undang-undang
2.
ragam jurnalitik
3.
ragam ilmiah
4.
ragam sastra
Ragam bahasa
menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:
1.
ragam lisan, terdiri
dari:
1.
ragam percakapan
2.
ragam pidato
3.
ragam kuliah
4.
ragam panggung
2.
ragam tulis, terdiri
dari:
1.
ragam teknis
2.
ragam undang-undang
3.
ragam catatan
4.
ragam surat-menyurat
Dalam kenyataannya,
bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan, tetapi hanya untuk:
1.
komunikasi resmi
2.
wacana teknis
3.
pembicaraan di depan
khalayak ramai
4.
pembicaraan dengan orang
yang dihormati
Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan
baku.
Perkembangan
Bahasa Indonesia di Era Global
Indonesia adalah negara
kepulauan dengan ratusan suku yang memiliki ribuan bahasa ibu dan budayanya.
Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang digunakan untuk menyatukan
dan mempermudah komunikasi antarsuku yang ada di Indonesia.
Saat ini banyak terjadi pergeseran makna yang membombardir
kekukuhan bahasa Indonesia. Keberadaan Bahasa Indonesia mengalami banyak
perkembangan dari sejak awal terbentuknya hingga saat ini karena
keterbukaannya.
Ada dua fenomena yang
terjadi dewasa ini yang berkaitan dengan Bahasa Indonesia, yaitu :
A. Fenomena Positif
Bahasa Indonesia telah berkembang dengan baik di kalangan
masyarakat. Terbukti dengan digunakannya bahasa Indonesia oleh para ibu
(khususnya ibu-ibu muda) dalam mendidik anak-anaknya. Dengan demikian, anak-anak
menjadi terlatih menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan di masa depan
mereka memiliki keterampilan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia.
Kita juga perlu berbangga hati dengan digunakannya bahasa
Indonesia dalam produk-produk perusahaan luar negeri, baik dalam kemasannya,
prosedur penggunaannya, maupun keterangan produk yang dihasilkan. Mereka
melakukan hal ini untuk mempermudah promosi, sehingga produk mereka laku
dipasarkan di Indonesia.
Dari contoh di atas,
dapat disimpulkan bahwa keberadaan bahasa Indonesia diakui oleh masyarakat
Internasional khususnya para pengusaha asing.
B. Fenomena Negatif
Seiring dengan berkembangnya zaman, banyak ditemukan
perkembangan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia, seperti
munculnya bahasa gaul, bahasa komunikasi kelompok bermain atau bahasa prokem,
bahasa SMS dan bahasa yang sedang banyak dibicarakan belakangan ini yaitu
Bahasa Alay.
Dewasa ini, kesadaran
untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan remaja mulai menurun,
mereka lebih senang menggunakan bahasa gaul daripada bahasa Indonesia. Fenomena
seperti ini seharusnya tidak boleh terjadi, karena hal ini dapat merusak
kebakuan dan merancukan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia harus tetap
berkembang, walaupun diterpa oleh kemunculan bahasa-bahasa asing dan bahasa
pergaulan.
Kita seharusnya malu jika tidak dapat
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, karena kita pemiliknya. Sekarang ini,
kita cenderung menyepelekan dan mencampuradukkannya dengan bahasa daerah,
seperti mencampurnya dengan bahasa Jawa. Fenomena ini sering kali kita jumpai
dalam pergaulan sehari-hari, contohnya di sekolah, saat jam pelajaran kita
menggunakan bahasa Indonesia, tetapi saat kembali bercengkerama dengan
teman-teman, kita lupa akan bahasa Indonesia. Apalagi dengan kemunculan bahasa
gaul dan bahasa prokem yang ternyata sudah dibukukan oleh salah seorang artis
ternama kita, Debbie Sahertian.
Jadi, sebaiknya antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia
harus berkembang seimbang, agar peran bahasa Indonesia di era global ini diakui
dan tetap berdiri tegak di bumi Indonesia. Bahasa gaul, bahasa prokem, bahasa
Indonesia yang mengalami penginggrisan harus dapat ditekan dan hanya sebatas
untuk komunikasi pergaulan. Bahasa pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kebudayaan. Oleh karena itu, bahasa Indonesia dalam konteks
kebudayaan nasional merupakan komponen yang paling representatif dan dominan,
termasuk upaya melanggengkan kesatuan bangsa (Hasan Alwi, 1998). Orang
Indonesia sebaiknya belajar mencintai bahasa nasionalnya dan belajar memakainya
dengan kebanggaan dan kesetiaan, sehingga membuat orang Indonesia berdiri tegak
di dunia ini walaupun dilanda arus globalisasi dan tetap dapat mengatakan
dengan bangga bahwa orang Indonesia menjadi bangsa yang berdulat yang mampu
menggunakan bahasa nasionalnya untuk semua keperluan modern.
Kita tidak boleh kalah dengan bangsa
lain, sepertiArab, Italia, Jerman, Prancis, Jepang, Korea dan
Cina yang bahasanya bukan Inggris, tetapi tidak mengalami proses penginggrisan
yang memprihatinkan. Masyarakat Indonesia harus dapat menunjukkan ketahanan
budayanya, warganya hanya perlu diberi semangat dan didorong agar jangan cepat
menyerah. Untuk meningkatkan peran bahasa Indonesia di era global dan tetap
mempertahankan budaya daerah seharusnya pemerintah memberlakukan peraturan atau
Undang-undang tentang tata susunan, isi, dan penggunaan bahasa Indonesia yang
benar dalam surat kabar, tabloid, maupun majalah-majalah remaja. Sebaiknya
dalam majalah remaja perlu diisikan kolom khusus bacaan berbahasa Indonesia
yang benar, untuk media elektronik, seperti TV khususnya televisi swasta dan
radio diadakan acara debat, cerdas tangkas, diskusi, dan acara yang menggunakan
bahasa Indonesia yang benar. Tetap diadakan ujian nasional bahasa Indonesia dan
pemberian penghargaan kepada orang yang mampu berbahasa Indonesia dengan baik
dan benar
Dari uraian di atas, setidaknya hal
yang perlu diingat adalah hanya bahasa Indonesialah yang mampu mendekatkan
sekaligus menyatukan berbagai etnis di Indonesia, sehingga mereka dapat
berkomunikasi dengan lancar dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Indonesia
bukanlah satu-satunya lambang identitas kebangsaan di NKRI. Hal-hal lain,
seperti komitmen pada bendera Merah Putih juga merupakan lambang identitas
bangsa. Tetapi, satu hal yang patut direnungkan dalam konteks ini keduanya
dapat melahirkan sikap mental yang menumbuhkan rasa kebersamaan.